Sport, Jakarta - Sebanyak empat atlet diberi sanksi skorsing oleh induk olahraga bulu tangkis (PP PBSI) terkait kasus pencurian umur. Keempatnya adalah Tabita Christian (PB Hiqua Wima Surabaya), Cahya Kristian Banjarnahor (PB Jayaraya Abadi Probolinggo), Muh. Farhan S dan Dhiva Ramadhan (PB Djarum Kudus).
 
Tabita Christian dan Cahya Kristian Banjarnahor diskorsing selama 24 bulan tidak dapat mengikuti kejuaraan resmi PBSI karena terbukti memalsukan dokumen kelahiran dan memudakan usia selama satu tahun. Sedangkan M. Farhan diskorsing selama 24 bulan karena terbukti menggunakan dokumen kelahiran ilegal dan tidak tercatat pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tempat akta kelahiran diterbitkan.
 
Dhiva Ramadhan diberikan hukuman yang lebih berat berupa skorsing selama 36 bulan karena terbukti melakukan manipulasi dokumen kelahiran dan menggunakan register akte kelahiran atas nama orang lain. "Khusus terhadap M. Farhan dan Dhiva Ramadhan juga harus menyerahkan dokumen kelahiran yang sah kepada PP PBSI sebelum masa skorsingnya berakhir", jelas Rachmat Setiyawan, Kepala Bidang Keabsahan dan Sistem Informasi PP PBSI.
 
Langkah PP PBSI itu sebagai bagian dari usaha membasmi pencurian umur, yang sangat merugikan dan mengganggu pembinaan bulutangkis Indonesia. Pencurian umur dinilai dapat mengacaukan program pembinaan atlet karena golden age seorang atlet tidak dapat dipastikan dengan benar.

“Jika usia atlet tidak teridentifikasi dengan benar, bisa-bisa program latihan yang diberikan juga tidak benar dan ini sangat tidak baik untuk pembinaan bulutangkis Indonesia saat ini dan kedepan, kami di sini akan berbuat adil dan melindungi atlet yang jujur akan usianya, demi kepentingan nasional,” kata Rachmat.
 
PBSI nantinya akan memberantas praktek pencurian umur dengan cara preventif, antara lain dengan mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi PBSI. Dengan sistem ini, pada tahap verifikasi data kelahiran seorang atlet diwajibkan menyerahkan tiga data primer yaitu akte kelahiran, kartu keluarga dan ijazah, serta jika diperlukan PBSI dapat meminta tambahan data sekunder yaitu NISN, surat kenal lahir, dan dokumen lainnya yang relevan.
 
Langkah berikutnya adalah program pemutihan data/usia atlet, PBSI akan memberikan kesempatan terakhir kepada atlet atau pihak orangtua atlet untuk melaporkan diri atau membuat pengakuan jika telah melakukan pemalsuan umur. Program ini akan dilangsungkan selama tiga bulan sejak SK tentang hal tersebut diterbitkan dan setelah lewat masa tersebut, maka Bidang Keabsahan & SI PBSI akan menerapkan hukuman yang tegas baik kepada atlet maupun para pihak yang terbukti melakukan pelanggaran pencurian umur.
 
Rachmat berharap seluruh pihak dapat berkerjasama dengan baik dan mendukung langkah-langkah PBSI, jika tidak maka penerapan hukuman yang dijatuhkan akan sangat tegas baik terhadap atlet maupun para pihak yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan pencurian umur. "Hal ini  akan bisa menjerat orangtua/wali atlet, pelatih atau pengurus klub yang nanti akan dibuktikan pada proses tuntutan pidana,” kata dia.
 
Pada tahap sosialisasi pelaksanaan program Keabsahan dan SI PBSI, rencananya PBSI akan mengundang perwakilan Pengprov dan klub-klub besar yang menjadi tujuan kelanjutan pembinaan atlet sebelum masuk pelatnas diantaranya Djarum, Tangkas, Jaya Raya, Exist, Mutiara, SGS dan beberapa klub potensial lainnya yang memiliki kontribusi besar dalam pembinaan bulutangkis Indonesia.
 
Bidang Keabsahan & SI PBSI juga mengajukan kerjasama antara PBSI dengan instansi yang berwenang mengeluarkan data kelahiran atlet, diantaranya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (klarifikasi Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga), Dinas Pendidikan (klarifikasi NISN) dan Badan Kepegawaian Negara (klarifikasi data keluarga pegawai negeri). "Diharapkan dengan keterbukaan sumber data, proses penemuan kebenaran data atlet akan lebih mudah, dukungan sebelumnya telah diberikan juga oleh Kepolisian RI dalam hal tidak lanjut proses tuntutan hukum,” kata Rachmat.

BADMINTON INDONESIA | NS