Metro, Jakarta - Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo menilai akar permasalahan tawuran antarwarga di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan, dan sekitarnya sudah kompleks dan laten. Menurut Imam, kesadaran masyarakat muda di sana telah terbentuk dalam kondisi bermusuhan.

“Di situ ada kelompok masyarakat, kemudian ada persepsi di kepala mereka, siapa musuh dan bahkan persepsi tentang kelompk ini siapa. Peta sosial di situ memang sudah sedemikian kompleks dan antara satu dengan yang lain,” ujar Imam saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Maret 2017.

Baca: Tawuran Manggarai, Polisi: Dipicu Dendam Lama

Imam mengatakan, dirinya bersama satu tim pernah meneliti fenomena kekerasan di Mannggarai dan sekitarnya pada 2015. Hasilnya, ujar Imam, jaringan aktor komunitas kekerasan di sana ada empat lapis, mulai dari tingkat SMP hingga geng-geng kampung.

Pada lapisan pertama, kata Imam, ada pentolan dari anak-anak SMP. “Mereka yang sudah tersosialisasi untuk menjadi aktor utama dalam tawuran. Merekalah yang seringkali dalam tawuran itu paling aktif,” ucap Imam.

Lapisan kedua, para alumni SMP yang terbagi ke dalam dua bagian, yakni alumni yang melanjutkan sekolah dan yang tak melanjutkan sekolah. Di lapisan terakhir, ada geng-geng kampung. “Di balik itu, karena mereka dekat dengan perkampungan,” kata Imam.

Menurut Imam, motif tawuran sulit disimpulkan. Kadang, kata Imam, pemicu kecil pun bisa menjadi motif utama tawuran. “Mereka itu sudah dibangun kebanggaan identitas kelompoknya yang sudah mengkristal dan selalu memandang kelompok lain sebagai musuh. Itu sudah tersosialisasi,” ucap Imam.

Alasan mereka berkumpul pun berbeda-beda. Mulai dari susana rumah yang tak kondusif, hingga kebutuhan untuk mencari perlindungan dari ancaman kelompok lain. Meski begitu, Imam optimistis masyarakat di sana masih dapat berubah. “Caranya, dibutuhkan ruang dan pembinaan rutin yang terus diawasi oleh pemerintah,” kata Imam.

Imam mencoba metode ini pada dua geng di sana. Hasilnya, dua geng diniali sudah bisa mengubah pola pikir menjadi agen perdamaian. Namun, Imam menyayangkan, dalam penelitian terakhir ia tidak dapat menjangkau semua geng. Alasannya, pendanaan dan waktu yang terbatas.

Baca juga: Tawuran Manggarai, Polisi Sebut Belum Ada Tersangka

Selanjutnya, Imam menyarankan kepada Pemerintah DKI Jakarta agar lebih banyak memberikan perhatian terhadap hal ini. “Untuk sekarang, lebih baik action research dulu. Kan sudah jelas aktor-aktor utamanya, mereka seharusnya dilibatkan. Sambil menangani, sambil memahami,” kata Imam.

Tawuran terakhir terjadi pada Ahad, 5 Maret 2017. Tawuran pecah antara warga Jalan Tambak, Jakarta Pusat, dengan warga Manggarai, Jakarta Selatan. Akibatnya dua orang tewas.

EGI ADYATAMA