Showing posts with label Metro. Show all posts
Showing posts with label Metro. Show all posts

Saturday, March 11, 2017

Penangkapan Warga Pulau Pari, LBH Ajak Kirim Pesan ke Kapolda

Metro, Jakarta - Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Rakyat Banten Tigor Hutapea mengajak masyarakat untuk mengirimkan pesan singkat kepada Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Seribu dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, mengenai penangkapan enam warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, yang ditangkap polisi Sabtu siang.

Tigor memberikan contoh isi pesan yang harus ditulis. “Yth, Kapolda Metro Jaya dan Kapolres Kepulauan Seribu, kami meminta 5 nelayan Pulau Pari dan 1 anak nelayan dikeluarkan dan stop kriminalisasi atas nelayan Pulau Pari sekarang juga. Tidak ada kesalahan yang mereka lakukan. Nelayan tidak melakukan pungli, melainkan melakukan pengelolaan pantai secara swadaya yg hasilnya digunakan untuk kepentingan bersama, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melindungi pengelolaan masyarakat lokal pulau-pulau kecil,” kata Tigor dalam siaran tertulisnya, Sabtu, 11 Maret 2017.

Baca: Kasus Sengketa Lahan, 6 Warga Pulau Pari Ditangkap

Tigor meminta agar pengirim pesan turut menyertakan identitas diri, seperti nama, pekerjaan, dan asal daerah. Pesan tersebut, ujar Tigir, dikirim melalui SMS ke nomor telepon selular Kapolda Metro Jaya  +62811968135 dan Kapolres Kepulauan Seribu +6281523687675.

Tigor menduga, penangkapan itu berkaitan dengan sengketa lahan antara warga Puau Pari dengan PT Bumi Pari yang mengklaim memiliki 90 persen pulau tersebut. Sebab, ujar Tigor, PT Bumi Pari ingin menguasai hak pengelolaan yang selama ini dikelola oleh warga.

Kepala Polres Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Boy Rando Simanjutak beralasan, penangkapan dilakukan karena nelayan tertangkap tangan sedang meminta uang kepada wisatawan yang datang ke Pantai Perawan, Pulau Pari.

Menurut Tigor, Pantai Perawan adalah pantai yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat nelayan Pulau Pari. Pada 2000, masyarakat membuka pantai yang sebelumnya berupa hutan belukar.

Baca juga: 6 Warga Pari Ditangkap, Polisi: Mereka Meminta Uang ke Wisatawan

Kemudian mereka membersihkan dan mengelola bersama hingga menjadi salah satu tempat wisata terbaik di Kepulauan Seribu. “Hasil pengelolaan Pantai Perawan digunakan untuk biaya petugas kebersihan, kegiatan keagamaan, renovasi mesjid, sarana umum, maupun biaya anak yatim,” ucap Tigor.

FRISKI RIANA

Fakta Tentang Jenazah Hindun yang Tak Disalatkan di Mushola

Metro, Jakarta - Kabar yang menyebar secara viral di media sosial soal meninggalnya Hindun binti Raisan menimbulkan banyak pertanyaan. Ada yang menyebut berita tersebut hoax. Ada yang mengatakan berita itu dibikin oleh para pendukung kubu Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Syaiful Hidayat atau  Ahok-Djarot.

Abdul Rahman selaku ketua RT 09, Karet Karya II, RT 009 RW 05, Setiabudi, Jakarta Selatan, menepis tudingan bahwa jenazah Hindun binti Raisman, tidak dishalatkan di musala Al Mu'minun, dekat rumah duka, karena memilih Ahok pada Pilkada DKI Jakarta, 15 Februari 2017 lalu.

Dia mengatakan jenazah almarhumah tidak dishalatkan di musala ketika itu karena hujan. "Bukan karena itu (mendukung Ahok). Memang lagi hujan pada saat itu. Kasihan jenazahnya kalau kehujanan. Apalagi buru-buru mau dimakamkan," tutur Abdul Rahman, Jumat (10/3).

Baca juga: GP Ansor DKI Siap Salatkan Jenazah yang Ditolak Terkait Pilkada  

Pernyataan itu juga dibantah ustadz Ahmad Syafi'ie yang mengurusi jenazah dari awal dimandikan, dikafani, dishalati, hingga dikubur. "Situasinya hujan gede, bukan apa-apa," Ahmad Syafi'ie beralasan, saat ditemui di mushala Al Mu'minun, Jumat (10/3). 

"Saya bilang di rumah saja. Saya tanggungjawab kok yang urus semua. Sampai cari ambulans. Di kuburan juga saya yang mengurus," kata Syafii saat mengklarifikasi masalah tersebut.

Namun alasan tersebut tak bisa diterima Neneng, anak almarhumah Hindun. Sebab ketika itu tidak turun hujan. Dia menduga jenazah ibunda ditolak untuk dishalatkan di musala Al Mu'minun, katanya, lebih karena pilihan politiknya.

"Saat itu tidak turun hujan," kata Neneng. Dia tidak menolak pada Selasa (7/3) lalu memang sempat turun hujan. Tapi bukan saat jenazah ibunda mau dishalatkan, melainkan ketika hampir tiba di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan.

"Hujan itu baru turun pas mau sampai TPU Menteng Pulo. Enggak benar alasan karena hujan itu," katanya.

Hindun binti Raisman meninggal dunia pada Selasa (7/3) siang setelah menderita sakit komplikasi cukup lama. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di usia 78 tahun.

Dalam Islam, orang yang meninggal hukumnya fardlu kifayah untuk disalatkan. Salat jenazah itu tak harus dilakukan di masjid atau mushola. Salat itu juga tak harus dipimpin oleh imam tertentu. Siapa pun yang muslim  bisa menyalati jenazah. Disebut fardlu kifayah, karena bila sudah ada seorang yang melakukannya, maka gugur kewajiban tersebut.

Di tempat terpisah, Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor DKI Jakarta menyatakan siap menyalati jenazah yang ditolak warga sekitar. "Kami dengan sukarela siap membantu," kata Djoemenar, salah satu pimpinan cabang di GP Ansor Jakarta Timur, kepada Tempo, Sabtu, 11 Maret 2017. 

TABLOIDBINTANG.COM | FRISKI RIANA

6 Warga Pari Ditangkap, Polisi: Mereka Meminta Uang ke Wisatawan

Metro, Jakarta - Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Boy Rando Simanjutak membenarkan pihaknya menangkap enam orang warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Enam warga yang ditangkap dijerat dengan pasal pungutan liar, karena menarik retribusi dari wisatawan di Pantai Perawan, Pulau Pari.

“Mereka ditangkap karena tertangkap tangan sedang meminta uang kepada wisatawan yang ke Pantai Perawan,” ujar Boy saat dikonfirmasi Tempo, Sabtu, 13 Maret 2017. Namun, Boy tidak menjelaskan apakah penangkapan tersebut terkait dengan kasus sengketa lahan antara warga denngan PT. Bumi Pari Asri.

Baca: Kasus Sengketa Lahan, 6 Warga Pulau Pari Ditangkap

Ketua RT 01 RW 04, Pulau Pari, Edi Mulyono, mengatakan enam orang warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, ditangkap orang yang diduga dari Kepolisian Resor Kepulauan Seribu, Sabtu siang. “Enam warga kami ditangkap tanpa sebab pada pukul 14.00 WIB,” kata Edi saat dihubungi pada Sabtu sore, 11 Maret 2017.

Edi menceritakan, enam warganya yang ditangkap itu adalah Mustaqbirin, Irwan Saputra, Bahrudin, Sahril Maulana, Mas Tono, dan Riki. Edi belum tahu penyebab penangkapan. “Karena selama ini polisi tak pernah melayangkan surat panggilan,” ujar Edi.

Dugaan sementara, kata Edi, penangkapan mereka terkait dengan kasus sengketa lahan di Pulau Pari. Sekitar 90 persen tanah di Pulau Pari, ujar Edi, diklaim telah dikuasai PT Bumi Pari Asri. Namun warga melawan dan mengatakan itu tanah mereka. Perusahaan dituding menyerobot lahan warga.

Kata Edi, seorang warga yang ditangkap, Sahril, masih berusia di bawah umur, 14 tahun. Sedangkan Senin, 13 Maret, Sahril harus ujian di sekolahnya. Edi mengatakan, kini dia dan warga sedang berembuk untuk membantu warganya yang dikriminalisasi.

Sebelumnya, polisi menangkap dan menjebloskan ke penjara seorang warga Pulau Pari bernama Edi Priadi. Edi dituding memasuki pekarangan tanah perusahaan PT Bumi Pari Asri.

Baca juga: Warga Pulau Pari Geruduk Pos Keamanan Milik PT. Bumi Pari Asri

Suasana di pulau itu sedang genting. Beberapa hari lalu permukiman warga di sana sempat mendapat ancaman bakal digusur. Namun, warga melakukan perlawanan dengan melayangkan petisi mengusir satpam perusahaan. Warga memberi waktu tiga hari kepada perusahaan untuk hengkang. Kepolisian belum angkat bicara terkait dengan penangkapan ini.


AVIT HIDAYAT

Mupida Bogor Status Quo-kan Kegiatan di 3 Gereja Parung Panjang

Metro, Jakarta - Pendeta Gereja Methodhist Indonesia Efendi Hutabarat membenarkan adanya pelarangan kegiatan di Gereja Katolik, Huria Kristen Batak Protestan, dan Methodist, di Perumahan Griya Parung Panjang, Kabupaten Bogor.

“Benar. Yang melarang muspika (musyawarah pimpinan kecamatan) dan muspida (musyawarah pimpinan daerah),” kata Efendi kepada Tempo, Sabtu, 11 Maret 2017. Menurut Efendi, tiga rumah ibadah tersebut kini dinyatakan status quo sampai akhir Maret 2017. Penetapan tersebut, kata Efendi, diputuskan sepihak tanpa melibatkan pihak gereja dalam rapat gabungan di kantor Pemerintah Kabupaten Bogor, Selasa, 7 Maret 2017.

Baca: Pemerintah Beri Kesempatan 3 Gereja Parungpanjang Urus Izin

Dalam rapat yang tidak mengundang pihak gereja maupun forum majelis takmir Griya PP tersebut, ujar Efendi, Pemerintah Kabupaten Bogor dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menyepakati bahwa rumah-rumah ibadah yang berada di Griya Parung Panjang, Blok E II/1,3 dan 11 dinyatakan status quo. “Menunggu keputusan rapat forum komunikasi pimpinan daerah akhir Maret 2017,” ujar Efendi.

Penolakan terhadap tiga gereja itu sudah berlangsung selama beberapa tahun karena tidak memiliki Izian Mendirikan Bangunan (IMB). Namun, Efendi mengungkapkan, pada 22 Februari 2017, pihak gereja pernah diundang dalam pertemuan oleh Pemerintah kabupaten Bogor.

Dari pertemuan tersebut, Efendi menambahkan, Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Adang Suptandar membentuk tim komprehensif untuk memfasilitasi umat Kristiani agar memperoleh rumah ibadah permanen, lengkap dengan perizinannya.

Sekretaris Daerah juga meminta pihak yang menolak untuk menahan diri selama pihak gereja melakukan proses pengurusan perizinan rumah ibadah yang permanen. Kemudian pada 28 Februari 2017, Sekretaris Daerah Bogor memerintahnya stafnya untuk meninjau lokasi ibadah dan lokasi fasilitas umum yang akan difasilitasi pemerintah.

Efendi mengatakan, rombongan tersebut terdiri atas Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, FKUB Kabupaten Bogor, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Parung Panjang, dan muspika Parung Panjang, dan Kementerian Agama Kabupaten Bogor.

Hasil kesepakatan dari peninjauan itu, kata Efendi, Totok Supriyadi dari Kesbangpol Kabupaten Bogor, mengatakan pihak gereja diharapkan mencari fasilitas umum untuk kegiatan ibadah. “Dan mengatakan bahwa mereka tidak ada larangan ibadah di tempat semula selama gereja-gereja sedang mengurus fasilitas umum untuk ibadah,” ujar Efendi.

Baca juga: Penolakan Gereja di Parungpanjang, Begini Penjelasan Camat

Namun, dalam proses mengurus perizinan, Efendi mengungkapkan, tiba-tiba Forum Silaturahmi Takmir dan Forum Majelis Ta'lim Griya Parung Panjang menyampaikan surat berisi permintaan menghentikan peribadatan di rumah yang beralih fungsi. Selain itu, pada Ahad, 5 Maret 2017, muncul spanduk provokatif penolakan kegiatan peribadatan pada siang hari. Spanduk muncul setelah umat Kristen beribadah.

FRISKI RIANA

Thursday, March 9, 2017

Sopir Demo Ojek Online Jadi Tersangka, Organda: Itu Resiko Mereka

Metro, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Kota Tangerang Eddy Faisal Lubis mengatakan tidak akan mengadvokasi sejumlah sopir angkot yang ditangkap karena diduga terlibat bentrok dengan pengemudi ojek online.

"Itu sudah resiko mereka masing masing karena tidak mendengarkan himbauan dan perintah kami," kata Eddy kepada Tempo, Jum'at 10 Maret 2017.

Eddy mengatakan rusuh antara massa sopir angkot dan massa ojek online terjadi karena sejumlah Kelompok Kerja Sub Unit Angkutan Kota Tangerang mengabaikan seruan Organda Kota Tangerang untuk membatalkan aksi unjukrasa setelah ada kesepakatan. Kesepakatan antara perwakilan sopir angkutan dengan Pemerintah Kota Tangerang diteken pada malam sebelum aksi unjukrasa dilakukan.

Baca: Bentrok Sopir Angkot Tangerang dan Ojek Online Berakhir

Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris besar Harry Kurniawan mengatakan ada total ada 21 sopir angkot yang diperiksa.

Harry mengatakan, dari 21 sopir yang diperiksa, 18 diantaranya ditangkap saat melakukan sweeping terhadap pengemudi ojek online. Mereka membawa senjata tajam di seputaran Kelapa Dua Kabupaten Tangerang. Para sopir tersebut diduga hendak melakukan serangan balasan atas bentrokan yang pecah pada Rabu lalu.

Adapun tiga orang lagi sudah ditahan sejak hari pertama bentrok sopir angkot kontra ojek online. Salah satu diantaranya diduga sopir penabrak Jamil yang dua hari kemarin diperiksa sebagai saksi dan statusnya saat ini menjadi tersangka.

JONIANSYAH HARDJONO

Jika Nasabah Pandawa Ingin Dapatkan Dananya Lagi, Begini Caranya

Metro, Jakarta - Polisi menyita sejumlah aset tersangka dugaan penipuan investasi bodong Pandawa Mandiri Group. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, aset-aset itu nantinya kemungkinan akan digunakan untuk mengembalikan kerugian para korban yang mencapai Rp 1,5 triliun.

Meski begitu, Argo menuturkan, ada dua cara yang bisa diambil korban jika menginginkan dananya dikembalikan. Pertama, menunggu kasus ini selesai perkaranya di pengadilan. Sebab, aset-aset yang disita akan dijadikan barang bukti di pengadilan terlebih dahulu.

"Ini yang kami sita akan diajukan ke JPU, lalu tunggu sidang hingga keputusan inkrah. Nah eksekutornya nanti dari JPU," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Kedua, lanjut Argo, para korban bisa mengajukan penggantian rugi melalui pelaporan perdata. "Bisa juga korban lakukan pelaporan perdata untuk mendapatkan dananya lagi," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat memastikan uang para korban pasti akan kembali. Namun, ia tidak bisa memastikan jumlah yang akan dikembalikan.

"Berapa persennya bukan kami yang menentukan, tapi pasti kembali sesuai mekanisme yang tadi disebutkan (oleh Argo)," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Ditanya soal taksiran nilai sejumlah aset yang diaita, Wahyu mengaku tak bisa memastikan. "Belum bisa dikalkulasi semuanya. Nanti harus diappraisal (dihitung sesuai  nilai taksir barang) dulu," katanya.

INGE KLARA SAFITRI

Jika Nasabah Pandawa Ingin Dapatkan Dananya Lagi, Begini Caranya

Metro, Jakarta - Polisi menyita sejumlah aset tersangka dugaan penipuan investasi bodong Pandawa Mandiri Group. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, aset-aset itu nantinya kemungkinan akan digunakan untuk mengembalikan kerugian para korban yang mencapai Rp 1,5 triliun.

Meski begitu, Argo menuturkan, ada dua cara yang bisa diambil korban jika menginginkan dananya dikembalikan. Pertama, menunggu kasus ini selesai perkaranya di pengadilan. Sebab, aset-aset yang disita akan dijadikan barang bukti di pengadilan terlebih dahulu.

"Ini yang kami sita akan diajukan ke JPU, lalu tunggu sidang hingga keputusan inkrah. Nah eksekutornya nanti dari JPU," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Kedua, lanjut Argo, para korban bisa mengajukan penggantian rugi melalui pelaporan perdata. "Bisa juga korban lakukan pelaporan perdata untuk mendapatkan dananya lagi," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat memastikan uang para korban pasti akan kembali. Namun, ia tidak bisa memastikan jumlah yang akan dikembalikan.

"Berapa persennya bukan kami yang menentukan, tapi pasti kembali sesuai mekanisme yang tadi disebutkan (oleh Argo)," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Ditanya soal taksiran nilai sejumlah aset yang diaita, Wahyu mengaku tak bisa memastikan. "Belum bisa dikalkulasi semuanya. Nanti harus diappraisal (dihitung sesuai  nilai taksir barang) dulu," katanya.

INGE KLARA SAFITRI

Tim Saber Pungli Selidiki Sumbangan Wajib di SMAN 5 Depok

Metro, Jakarta - Tim Sapu Bersih Pungutan Liar Kota Depok mulai menyelidiki dugaan adanya sumbangan wajib yang diminta SMA Negeri 5 kepada orang tua siswa. Sekolah tersebut mematok sumbangan kepada siswa yang harus dibayarkan setiap bulan.

Bahkan, Sekolah menahan kartu ujian tengah semester siswa yang belum melunasi sumbangan yang diwajibkan tersebut.

Ketua Tim Saber Pungli Ajun Komisaris Besar Candra Kumara mengatakan surat pemberitahuan adanya sumbangan tersebut sudah masuk ke Kepolisan Resor Kota Depok. Polisi telah melakukan pemeriksaan kepada Kepala SMAN 5 Depok Zarkasih, terkait permasalahan ini, Rabu kemarin.

"Masih diselidiki itu iuran wajib atau pungli," kata Candra, usai pengukuhan Tim Saber Pungli di Balai Kota Depok, Kamis, 9 Maret 2017.

Tempo sempat melihat Zarkasih di kantor Polres Depok pada Rabu lalu, namun ia enggan berkomentar terkait kehadirannya di sana.

Tim Saber Pungli akan melihat aliran dana sumbangan siswa, dan masalah penahanan kartu ujian siswa yang belum membayar sumbangan tersebut. Menurutnya, kalau pungutan tersebut terbukti tidak sesuai dengan aturan, polisi akan menyelidikinya. "Sekarang polisi telah melakukan penelusuran terhadap kasus itu," ujarnya.

Baca: Terkait Sumbangan, SMA 5 Depok Masih Tahan 800 Kartu Ujian Siswa

Menurutnya, masyarakat harus berperan aktif melaporkan dugaan pungli jika melihat adanya hal tersebut. Timnya juga akan melakukan pemetaan instansi mana yang paling banyak melakukan pungli.

Setelah melakukan pemetaan tersebut, Tim Saber Pungli akan melakukan sosialisasi terhadap seluruh instansi untuk melakukan pencegahan praktik kotor tersebut. Namun, bila setelah melakukan upaya sosialisasi masih ada praktek pungli, upaya tangkap tangan merupakan jalan terakhir.

"Setelah kami peringati kartu kuning sekali tidak didengar, kartu kuning yang kedua terpaksa dikeluarkan kartu merah. Bukan masalah siapa kucing hitam dan putihnya, yang penting tikusnya tertangkap," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Mohammad Thamrin mengatakan sumbangan memang masih bisa diberikan dari orang tua siswa untuk biaya operasional sekolah. Soalnya, anggaran dari pemerintah tidak cukup. "Apalagi, setelah alih kelola ke provinsi anggaran sekolah berkurang. Ini harus ada duduk bersama Pemda dan provinsi," kata Thamrin.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75 tahun 2016 pasal 1 point 5, sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama dengan cara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Dengan alasan itu, orang tua siswa bisa memberikan bantuan kepada sekolah, dengan catatan pemberian sumbangan yang sifatnya sukarela. Ia tidak setuju jika ada penahanan kartu ujian di sekolah."Siswa dibolehkan tetap ujian. Itu ingin keren-kerenan siswa pakai kartu ujian," ujarnya.

Pihaknya sedang mencari solusi terhadap masalah ini. Soalnya, setelah alih kelola pemerintah daerah tidak lagi bisa mengintervensi anggaran ke SMA/SMK. "Dulu Depok memberikan Rp 2 juta persiswa setiap tahun. Sekarang di provinsi Rp 500 ribu," ujarnya.

Menurutnya, banyaknya komplain dari orang tua siswa karena Depok sejak lama telah menganut filosofi pendidikan gratis dari tingkat SD sampai SMA/SMK. Padahal, anggaran pemerintah sekarang belum bisa menutupi semua kebutuhan sekolah.

"Kalau Jakarta APBD-nya besar jadi bisa gratis. Lihat Majalengka yang minus dan sekolah SMA/SMK di sana juga bayaran," ucapnya. "Ini karena mindset Depok, sudah menerapkan pendidikan gratis itu."

IMAM HAMDI

Pemerintah DKI Bentuk Relawan Bencana untuk Daerah Siaga Satu

Metro, Jakarta - Pelaksana tugas (plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono akan membentuk relawan bencana berbasis komunitas.  "Ini bagian dari juga upaya pemahaman pengetahuan dan kesadaran jangka panjang mengenai bencana," kata Sumarsono.

Pernyataan Soni, panggilan akrab Sumarsono, disampaikan dalam rapat khusus membahas relawan kebencanaan di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.

Baca juga: Sungai Meluap, 24 RW di 8 Kelurahan Terendam Banjir

Menurut Soni, pembentukan relawan tersebut itu juga untuk melengkapi usaha pemerintah provinsi Jakarta dalam tanggap bencana.

Rapat juga membahas pembagian wilayah berdasar tingkat kerawanan. Nantinya, relawan bencana berbasis komunitas akan diutamakan fokus pada daerah siaga satu, kawasan rawan bencana.

"Kawasan rawan itu yang setiap tahun langganan bencana seperti banjir,"  kata Sumarsono seusai rapat dengan DPRD.

Simak juga: Kerusakan Daerah Aliran Sungai, BNPB: Jakarta Sudah Merah

Dia membagi ke dalam kawasan siaga dua sebagai kawasan sedang. Kemudian, siaga tiga sebagai kawasan ringan bencana. Untuk itu, katanya, diperlukan pemetaan wilayah. Sumarsono berharap minggu depan pemetaaan wilayah ini dapat diselesaikan.

Terkait teknis sistem kerja relawan bencana berbasis komunitas, Sumarsono menyerahkannya kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

BENEDICTA ALVINTA | UWD

DKI Akan Undang PLN dan Telkom Bahas Kabel di Saluran Air

Metro, Jakarta - Pelaksana tugas (plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menjelaskan pihaknya menemukan fakta bahwa sistem saluran air di Jakarta digunakan juga untuk saluran kabel listrik maupun optik. Apabila penataan kabel tidak sesuai, hal ini rawan menyebabkan banjir.

"Ini yang perlu ditertibkan. Pemprov gak mau kalau dijadikan satu (air dan kabel)," ujar Sumarsono seusai rapat paripurna bersama DPRD, di  Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.

Sumarsono atau akrab dipanggil Soni, menjelaskan permasalahan ini menjadi salah satu yang dibahas secara serius dalam rapat Kamis ini.

Saluran kabel yang dijadikan satu dengan air sangat rawan menimbulkan sumbatan. Hal ini berakibat pada munculnya genangan air atau bahkan banjir. Apalagi, bila penataan kabel tidak tertib.

Terkait temuan ini, Soni akan mengajak pihak-pihak terkait melaksanakan rapat terbatas pada pekan depan. Namun, Soni belum menjelaskan detil kapan akan dilaksanakan pertemuan tersebut.

"Saya akan undang pihak terkait seperti PLN, Telkom, dan lainnya," ungkap dia.

Sumarsono juga menjelaskan temuan kabel tanpa isi telah menjadi masalah di sebagian gorong-gorong Jakarta. Untuk itu, dia mendorong kegiatan membersihkan gorong-gorong dilakukan secara simultan. Selain normalisasi,  katanya, pembersihan gorong-gorong harus simultan

BENEDICTA ALVINTA | UWD

Wednesday, March 8, 2017

Proyek Sodetan Ciliwung, Sumarsono: Belum Ada Pembahasan Lagi

Metro, Jakarta - Bantaran Sungai Ciliwung masih terendam banjir saat bagian hulu sungai itu di kawasan Puncak diguyur hujan deras. Seperti yang terjadi kemarin, banjir masih merendam beberapa kawasan di pinggiran sungai Ciliwung. Normalisasi yang dilakukan pemerintah pun masih berlangsung.

Namun debit air yang tinggi akhirnya membuat Ciliwung tetap meluap dan menggenangi wilayah-wilayah di sekitarnya. Proyek sodetan Ciliwung yang direncanakan mengalirkan air sungai ke Kanal Banjir Timur sehingga debit air ke pintu air Manggarai berkurang hingga kini belum rampung. Proyek ini awalnya diperkirakan selesai Maret tahun lalu.

 

Baca: Bidara Cina Belum Bebas, Proyek Sodetan Ciliwung Terhenti 

Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan belum ada lagi pembahasan terkait proyek sodetan Ciliwung ini."Dalam jangka pendek belum bahas itu," ungkap Sumarsono di Balai Kota, Jakarta Pusat Kamis, 9 Maret 2017.

Pada April 2016 lalu, warga Bidara Cina yang terdampak proyek memenangkan gugatan. Perwakilan warga Bidara Cina, Astriyani, sempat mengatakan warga tidak masalah dengan proyek itu. Namun warga kecewa karena tidak ada sosialisasi dari pemerintah.

Saat warga Bidara Cina memenangkan gugatan di PTUN, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan akan melakukan banding. Namun hingga saat ini, pemerintah belum membahas kejelasan nasib proyek ini."Namun sesuai RPJMD tetap harus berjalan," ungkap Sumarsono.

BENEDICTA ALVINTA|JH

Jalan di Bekas Lahan Tommy Ditutup, Warga Minta Dimediasi DPRD

Metro, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta memediasi warga RT 008/003, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, dengan Pemerintah DKI Jakarta terkait persoalan penutupan akses jalan di sana.

“Warga mengadukan adanya penutupan akses di Pasar Rebo,” kata Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta  Riano P. Ahmad saat memimpin mediasi itu di Gedung DPRD DKI jakarta, Rabu, 8 Maret 2017.

Baca: Sengketa Senayan City, Dewan Jakarta Panggil P2B

Asnawi, warga RT 08/03 mengatakan bahwa mereka ingin akses Jalan Rukun yang ditutup oleh pemilik lahan, Hendro Sumampaw, bisa dibuka kembali untuk memudahkan aktivitas warga. Jalan Rukun tersebut merupakan akses menuju Jalan Remaja dan memotong sebagian lahan milik Hendro Sumampaw.

Menurut Asnawi, Jalan Rukun sangat vital karena biasa dipakai anak sekolah, pedagang, dan penduduk setempat untuk kegiatan sehari-hari. Akibat penutupan, kata Asnawi, kini warga RT 08 harus menaiki tangga kayu bila melalui pagar tembok setinggi 2,5 meter.

Pada saat musim hujan seperti sekarang ini, ujar Asnawi, wilayah di sana kerap kebanjiran. Kalau sudah begitu, ujar Asnawi, hanya ada akses jalan selebar satu meter yang berkelok-kelok menuju jalan raya. “Mohon kiranya bisa membantu kami untuk keluar dengan lancar, terutama ketika terjadi hal darurat,” ujar Asnawi.

Wakil Wali Kota Jakarta Timur M. Anwar menjelaskan bahwa tanah milik Hendro Sumampaw itu memiliki 17 sertifikat hak milik dengan luas 2,4 hektare. Awalnya, kata Anwar, tanah tersebut dimiliki Hendro pada 1980 melalui akta jual beli dengan Tommy Soeharto.

Sebagian lahan itu sudah dihibahkan untuk membangun saluran air selebar 30 sentimeter. Sebab, lahan tersebut termasuk dalam daerah resapan air. Namun, seiring pertambahan penduduk di kawasan itu, Hendro kembali menghibahkan lagi sebagian lahannya untuk menambah lebar saluran menjadi 60 sentimeter dan jalan selebar 90 sentimeter.

Selain itu, kata Anwar, Hendro menuding di sana kerap terjadi kasus pemerkosaan, narkoba, dan adanya pembuangan sampah liar, sehingga pemilik tanah memagari seluruh lahannya. “Penduduk minta akses yang langsung memotong tanah beliau. Secara legalitas ini hak sertifikat,” ucap Anwar.

Lurah Gedong Eko Kusdaryati menuturkan, pihaknya tidak bisa menghentikan pemagaran yang dilakukan Hendro. Sebabnya, pemilik lahan sudah mengurus izin untuk membangun pagar tembok pada 2013. “Terlebih, tanah tersebut juga sudah bersertifikat,” kata Eko.

Kepala Seksi Badan Pertanahan Jakarta Timur Warsono mengaku belum bisa memastikan soal pemilik lahan tersebut lantaran tak sempat membawa data-data untuk proses mediasi itu. “Kami akan kroscek di kantor apa benar kepemilikannya,” kata Warsono.

Baca juga: Ahok Akan Ambil Alih Fungsi Lahan Sengketa dan Telantar

Mediasi tersebut akhirnya belum menghasilkan solusi. Riano menyarankan agar proses mediasi turut dihadiri pemilik lahan atau kuasa hukumnya, juga menghadirkan pihak Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Timur. Menurut Riano,sebaiknya permasalahan diselesaikan dulu di tingkat wali kota. Namun, ia berjanji akan menurunkan perwakilannya untuk menghadiri mediasi selanjutnya. “Kalau dari situ tidak bisa, baru ke wakil rakyat,” kata Riano.

FRISKI RIANA

Tawuran Manggarai, Imam B Prasodjo: Perlu Ruang dan Pembinaan

Metro, Jakarta - Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo menilai akar permasalahan tawuran antarwarga di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan, dan sekitarnya sudah kompleks dan laten. Menurut Imam, kesadaran masyarakat muda di sana telah terbentuk dalam kondisi bermusuhan.

“Di situ ada kelompok masyarakat, kemudian ada persepsi di kepala mereka, siapa musuh dan bahkan persepsi tentang kelompk ini siapa. Peta sosial di situ memang sudah sedemikian kompleks dan antara satu dengan yang lain,” ujar Imam saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Maret 2017.

Baca: Tawuran Manggarai, Polisi: Dipicu Dendam Lama

Imam mengatakan, dirinya bersama satu tim pernah meneliti fenomena kekerasan di Mannggarai dan sekitarnya pada 2015. Hasilnya, ujar Imam, jaringan aktor komunitas kekerasan di sana ada empat lapis, mulai dari tingkat SMP hingga geng-geng kampung.

Pada lapisan pertama, kata Imam, ada pentolan dari anak-anak SMP. “Mereka yang sudah tersosialisasi untuk menjadi aktor utama dalam tawuran. Merekalah yang seringkali dalam tawuran itu paling aktif,” ucap Imam.

Lapisan kedua, para alumni SMP yang terbagi ke dalam dua bagian, yakni alumni yang melanjutkan sekolah dan yang tak melanjutkan sekolah. Di lapisan terakhir, ada geng-geng kampung. “Di balik itu, karena mereka dekat dengan perkampungan,” kata Imam.

Menurut Imam, motif tawuran sulit disimpulkan. Kadang, kata Imam, pemicu kecil pun bisa menjadi motif utama tawuran. “Mereka itu sudah dibangun kebanggaan identitas kelompoknya yang sudah mengkristal dan selalu memandang kelompok lain sebagai musuh. Itu sudah tersosialisasi,” ucap Imam.

Alasan mereka berkumpul pun berbeda-beda. Mulai dari susana rumah yang tak kondusif, hingga kebutuhan untuk mencari perlindungan dari ancaman kelompok lain. Meski begitu, Imam optimistis masyarakat di sana masih dapat berubah. “Caranya, dibutuhkan ruang dan pembinaan rutin yang terus diawasi oleh pemerintah,” kata Imam.

Imam mencoba metode ini pada dua geng di sana. Hasilnya, dua geng diniali sudah bisa mengubah pola pikir menjadi agen perdamaian. Namun, Imam menyayangkan, dalam penelitian terakhir ia tidak dapat menjangkau semua geng. Alasannya, pendanaan dan waktu yang terbatas.

Baca juga: Tawuran Manggarai, Polisi Sebut Belum Ada Tersangka

Selanjutnya, Imam menyarankan kepada Pemerintah DKI Jakarta agar lebih banyak memberikan perhatian terhadap hal ini. “Untuk sekarang, lebih baik action research dulu. Kan sudah jelas aktor-aktor utamanya, mereka seharusnya dilibatkan. Sambil menangani, sambil memahami,” kata Imam.

Tawuran terakhir terjadi pada Ahad, 5 Maret 2017. Tawuran pecah antara warga Jalan Tambak, Jakarta Pusat, dengan warga Manggarai, Jakarta Selatan. Akibatnya dua orang tewas.

EGI ADYATAMA