Showing posts with label Gaya. Show all posts
Showing posts with label Gaya. Show all posts

Saturday, March 11, 2017

Cat Rambut dan Alat Kontrasepsi Bisa Tingkatkan Risiko Kanker Ini  

Gaya, Jakarta -Sanna Heikkinen, peneliti dari Universitas Helsinki di Finlandia dan Finnish Cancer Registry dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor, meneliti  dampak penggunaan alat kontrasepsi spiral dan pewarna rambut dalam faktor risiko kanker payudara.

Data yang disurvei mencakup laporan pribadi 8.000 pasien kanker payudara dan 20.000 orang yang dalam pengawasan di Finland.

Studinya menunjukkan bahwa selain faktor risiko yang telah dikenal, yakni usia, riwayat keluarga, kegemukan, dan gaya hidup tak sehat, ternyata penggunaan alat kontrasepsi spiral dan warna rambut juga dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

Baca juga: Hamil Sebelum Usia 20, Risiko Kematiannya 9 Kali Lipat

Dari temuan Heikkinen, wanita pasca-menopause yang menggunakan kontrasepsi spiral 52persen lebih berisiko kanker payudara bila dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan.

Adapun, perempuan di bawah usia 50 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal lainnya juga 32 persen berisiko kanker payudara dibandingkan dengan perempuan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi hormonal.

Selain itu, ada juga potensi 23 persen peningkatan risiko kanker payudara bagi perempuan yang sering mengecat rambutnya.

Namun, studi tersebut masih memerlukan konfirmasi dari penelitian lanjutan yang lebih spesifik pada penggunaan alat kontrasepsi spiral dan pengecatan rambut dari populasi yang berbeda.

“Faktor terbesar dalam kanker payudara adalah peningkatan usia dan gaya hidup yang berisiko seperti usai yang terlalu  tua saat melahirkan anak pertama, konsumsi alcohol yang tinggi dan gaya hidup yang pasif,” kata Heikkinen seperti dilansir Sciencedaily, Sabtu 11 Maret 2017>

Baca juga: Skip Challenge, Tantangan Dunia Remaja! Begini Mengawalnya

Selain itu, dalam penelitiannya Heikkinen juga  menyatakan wanita yang menjalani pemeriksaan payudara mamografi oportunistik juga memiliki risiko tinggi terpapar kanker payudara. Sebanyak 60 persen dari peserta mengungkapkan telah menjalani pemeriksaan mamografi sebelum berusia 50 tahun.

“Perempuan harus lebih mendapat informasi mengenai efek samping mamografi  seperti akumulasi beban radiasi dan konsekuensinya baik positif maupun negatif,” tuturnya.

BISNIS.COM

Baca juga:
Kementerian Kesehatan: Skip Challenge Bahayakan Otak

 

Begini Pemerintah Cegah Kehamilan di Usia Dini

Gaya, Jakarta -Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama menggencarkan edukasi untuk mencegah terjadinya kehamilan usia muda, kata Direktur Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Eni Gustina.

"Instruksi Presiden untuk fokus pada kesehatan reproduksi. Kita ada intervensi pada calon pengantin," kata Eni di Jakarta, Jumat.

Eni menjelaskan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Agama sudah menyiapkan media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) berbentuk buku saku bagi calon pengantin. (Baca :Hamil Sebelum Usia 20, Risiko Kematiannya 9 Kali Lipat)

Buku tersebut sudah distribusikan ke 32 ribu kecamatan di seluruh Indonesia untuk petugas pencatat pernikahan dan bisa digunakan untuk calon pengantin dengan berbagai ajaran agama.

"Harapannya petugas pencatat pernikahan bisa melakukan edukasi kepada pengantin sekalipun dia menikah di bawah 20 tahun, boleh menikah, tapi jangan hamil dulu," kata Eni.

Pasangan pengantin yang sudah menikah juga diharapkan mendatangi berbagai fasilitas kesehatan terlebih dulu untuk melakukan konseling perencanaan kehamilan.

Kementerian Kesehatan juga melakukan edukasi tentang risiko kehamilan usia dini dengan memberikan sosialisasi pada siswa di sekolah-sekolah.

Sementara Kementerian Agama juga mengadakan kursus calon pengantin bagi pasangan yang hendak menikah demi mematangkan kesiapan terkait mental, usia, dan kesiapan ekonomi.

"Dari Kementerian Agama sekarang membuka kursus calon pengantin. Tahun lalu baru uji coba di DKI, tahun ini di 16 provinsi untuk kursus calon pengantin," kata Eni.

Risiko kematian ibu hamil di bawah usia 20 tahun saat persalinan ialah sembilan kali lipat dibandingkan yang hamil di atas 20 tahun. (baca :Studi: 400 Ribu Kematian Disebabkan Pola Makan Tak Sehat)

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian ibu melahirkan dengan usia di bawah 20 tahun sebanyak 6,9 persen di seluruh Indonesia. Sementara angka kematian ibu melahirkan di atas 35 tahun sebanyak 25,6 persen.

ANTARA

Baca :  
Skip Challenge, Tantangan Dunia Remaja! Begini Mengawalnya

Begini Pemerintah Cegah Kehamilan di Usia Dini

Gaya, Jakarta -Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama menggencarkan edukasi untuk mencegah terjadinya kehamilan usia muda, kata Direktur Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Eni Gustina.

"Instruksi Presiden untuk fokus pada kesehatan reproduksi. Kita ada intervensi pada calon pengantin," kata Eni di Jakarta, Jumat.

Eni menjelaskan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Agama sudah menyiapkan media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) berbentuk buku saku bagi calon pengantin. (Baca :Hamil Sebelum Usia 20, Risiko Kematiannya 9 Kali Lipat)

Buku tersebut sudah distribusikan ke 32 ribu kecamatan di seluruh Indonesia untuk petugas pencatat pernikahan dan bisa digunakan untuk calon pengantin dengan berbagai ajaran agama.

"Harapannya petugas pencatat pernikahan bisa melakukan edukasi kepada pengantin sekalipun dia menikah di bawah 20 tahun, boleh menikah, tapi jangan hamil dulu," kata Eni.

Pasangan pengantin yang sudah menikah juga diharapkan mendatangi berbagai fasilitas kesehatan terlebih dulu untuk melakukan konseling perencanaan kehamilan.

Kementerian Kesehatan juga melakukan edukasi tentang risiko kehamilan usia dini dengan memberikan sosialisasi pada siswa di sekolah-sekolah.

Sementara Kementerian Agama juga mengadakan kursus calon pengantin bagi pasangan yang hendak menikah demi mematangkan kesiapan terkait mental, usia, dan kesiapan ekonomi.

"Dari Kementerian Agama sekarang membuka kursus calon pengantin. Tahun lalu baru uji coba di DKI, tahun ini di 16 provinsi untuk kursus calon pengantin," kata Eni.

Risiko kematian ibu hamil di bawah usia 20 tahun saat persalinan ialah sembilan kali lipat dibandingkan yang hamil di atas 20 tahun. (baca :Studi: 400 Ribu Kematian Disebabkan Pola Makan Tak Sehat)

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian ibu melahirkan dengan usia di bawah 20 tahun sebanyak 6,9 persen di seluruh Indonesia. Sementara angka kematian ibu melahirkan di atas 35 tahun sebanyak 25,6 persen.

ANTARA

Baca :  
Skip Challenge, Tantangan Dunia Remaja! Begini Mengawalnya

Anak Susah Makan Buah dan Sayur? Konsultan Ini Ungkap Penyebabnya

Gaya, Jakarta - Pola makan anak harus seimbang kebutuhan gizinya untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya untuk tetap sehat.

Biasanya, jika asupan gizi anak tidak terpenuhi akan membuat dia mengalami gangguan kesehatan dalam jangka panjang dan mengalami stunting atau tubuh pendek.

Sayangnya, tidak banyak anak yang suka makan sayuran dan buah yang sebenarnya sangat penting bagi tubuh dan pertumbuhannya.

Baca juga :Skip Challenge di Dunia Remaja Wajar? Begini Kata Psikolog

Jadi, apakah sebenarnya alasan anak tidak suka makan sayur dan buah?

Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psikolog, mengatakan ada anak tertentu yang secara sensorik kesulitan menerima buah dan sayur, misalnya karena baunya terlalu tajam.  

"Ada juga yang mau makan kalau ada banyak tambahahannya. Misalnya susu, gula dan lainnya," ujar Anna dalam Program Nasional Gerakan Masyarakat Sehat Melalui PAUD Healthy Eating Habit GSM buah dan sayur dengan Himpunan Pendidik & Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) di Jakarta.

Dia juga mengatakan alasan lainnya anak menolak makan buah dan sayur karena pola pemberian makan orang tua yang salah.

Misalnya saja karena orang tuanya tidak konsisten memberikan, saat makan dipaksa, atau karena orang tua tidak peduli apakah anak mau makan buah dan sayur atau tidak.

Jadi, intinya, katanya, hal itu terjadi karena anak tidak mendapatkan pola makan yang tepat untuk termotivasi makan buah dan sayur.

Sementara itu, dr. Frieda Handayani Kawanto, Sp.A(K), Konsultan Gastrohepatologi Anak  mengatakan penyebab tidak maunya anak makan buah dan sayur pertama karena faktor tidak terbiasa yang mungkin kurangnya pengetahuan orang tua akan pentingnya buah dan sayur. (Baca :Fenomena Skipchallenge, Permainan yang Bahaya ini bro sist)

Apalagi, katanya, kebanyakan orang tua ingin anaknya gemuk sehingga lebih suka memberikan makanan dengan kalori tinggi seperti daging, susu. Sementara sayur memang tingkat kalorinya rendah.

"Pembiasaan orang tua sangat penting untuk memberikan makanan buah dan sayur pada anak," ujarnya.

Alasan lainnya, lanjutnya, karena dari segi rasa yang umumnya sayur dan buah itu hambar dan crunchy dan lendir yang mungkin membuat anak jijk dan tidak suka memegangnya.

Karena itu dia menambahkan orang tua harus pintar cara mengolah makanan agar anak tertarik untuk memakannya. (Baca:Simak 3 Trik Ini Sebelum Memilih HomeSchooling)

BISNIS.COM

Thursday, March 9, 2017

Psikolog: Bermusik Membantu Menerjemahkan Pikiran

Gaya, Jakarta - Hari ini, Kamis, 9 Maret 2017, diperingati sebagai Hari Musik Nasional. Psikolog Klinis Dewasa dari Universitas Indonesia Maharani Ardi Putri, mengatakan pemilihan musik seseorang dipengaruhi oleh kepribadian dan pengalamannya.

"Seseorang akan memilih musik yang dapat mewakili atau menggambarkan kepribadian atau perasaannya," kata Maharani yang menjadi dosen di Universitas Pancasila, Kamis, 9 Maret 2017.

Maharani menjelaskan, musik yang dipilih ini kemudian dapat digunakan untuk berbagai fungsi. Pertama, memberikan stimulasi pada pikiran. "Misalnya beberapa orang bekerja atau belajar menjadi lebih baik ketika mendengarkan musik," ujarnya.

Kedua, menggugah perasaan. "Ataupun bersosialusasi dengan orang-orang yang memiliki minat musik yang sama," kata dia.

Karena itu, Maharani melanjutkan,dapat dikatakan bahwa diri sendirilah yang yang menentukan musik apa yang akan didenga.

"Dan juga musik pilihan kita membantu kita untuk menerjemahkan pikiran, perasaan dan identitas sosial," ujar Maharani.

AFRILIA SURYANIS