Thursday, March 9, 2017

Kagum Cerita Ayah, Presenter Ini Ikut Kelas Fiksi Tempo Institute

Seleb, Jakarta - Dongeng yang dibacakan oleh ayahnya setiap malam ternyata begitu melekat bagi seorang news anchor  Indonesia Morning Show Net TV ini, Shahnaz Soehartono. Meski ia seorang presenter televisi, tidak melunturkan niatnya untuk menceritakan kembali dongeng-dongeng ayahnya itu. Sejak kecil, Shahnaz dan kakaknya selalu mendengar cerita ayahnya yang seorang pilot itu.

Baca Juga: Pelatihan Tempo Institute 2017 Lebih Berwarna

"Aku bermimpi suatu saat bisa bikin buku dan cerita aku dibaca banyak orang. Enggak harus disukai. Aku suka fiksi karena ayahku juga seorang pendongeng buat aku," ujar Shahnaz seusai menjalani sesi kelas terakhir Klinik Menulis Fiksi oleh Leila S. Chudori di Kantor Tempo, Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Maret 2017.

Minat menulis Shahnaz sempat tersalurkan saat ia menjadi wartawan Media Indonesia. Saat itu, Shahnaz mengaku senang menuliskan gambaran detail yang terjadi dalam setiap peristiwa yang ia laporkan. Setiap kali menulis, Shahnaz merasa mendapatkan sensasi dan kepuasan yang berbeda dari pada saat ia muncul di televisi.

Shahnaz sejak dua tahun lalu mulai menuliskan kembali dongeng-dongeng ayahnya itu. Menurut Shahnaz, cerita yang disampaikan ayahnya itu mirip seperti kejadian aslinya. Pasalnya, ayahnya itu selalu mengambil karakter yang tak jauh dari lingkunganya. Namun, Shahnaz belum percaya diri untuk membuka  hasil karyanya kepada publik.

Atas dasar alasan itu, Shahnaz akhirnya memutuskan untuk bergabung di sebuah klinik menulis yang dipandu oleh seorang novelis sekaligus wartawati Tempo, Leila S. Chudori. Kebetulan, salah satu novel karya dari Leila S. Chudori berjudul Pulang merupakan kisah yang paling ia sukai.

“Aku berpikir sebelum melangkah lebih jauh, alangkah baiknya aku tahu guidance-nya dulu. Itu sama halnya waktu aku mau jadi presenter, aku selalu pelajari dulu dari awal,” ujar Shahnaz, yang memulai karier sebagai model, dengan menjadi Pemenang I dalam pemilihan Wajah Femina 2009.

“Novel Pulang itu cerita pertama yang buat aku menangis di Starbucks sendirian. Ceritanya mirip aku, kisah anak perempuan yang kehilangan bapaknya. Itu salah satu novel yang punya impact. Aku pikir, kalau aku mau belajar ada baiknya aku belajar sama idola aku,” ujar Shahnaz.

Meski pernah kuliah di jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV), hal tersebut justru tak jadi halangan buat Shahnaz untuk menjajal dunia fiksi. Bahkan, Shahnaz melihat ada korelasi antara konsep visual dengan penyusunan alur menulis. Menurut Shanaz, seluruh visual justru banyak bercerita. Ditambah lagi dengan pengalamannya menjadi seorang reporter dan presenter, hal tersebut menguatkan dia untuk belajar menulis fiksi.

Dalam klinik menulis fiksi tersebut, Shahnaz menulis sebuah kisah bergenre psychological thriller. Lewat karya yang ia tekuni hampir lima pekan tersebut, Shahnaz terkesan dengan pujian dari Leila. Apalagi, cerita pendeknya dinobatkan sebagai salah cerpen terbaik dalam klinik menulis fiksi di Tempo Institute.

Baca Juga: Tempo Institute Tawarkan Beasiswa Pelatihan Rp 164 Juta

"Seru banget selama di kelas," katanya. Selama lima pekan di kelas menulis, Shahnaz mengaku mendapatkan ilmu untuk membuat kerangka sebelum menulis (storyline guidance), mencatat hal-hal kecil untuk ide dalam menulis (journaling), menentukan plot, mengawali cerita (intro), menentukan karakter setiap tokoh, hingga ke deskripsi. Selama ini, Shahnaz mengatakan dirinya tidak pernah berpikir bahwa karakter dalam cerita itu menjadi begitu penting, bahkan untuk pemeran pembantu sekalipun.

“Menulis itu sebuah karya. Itu bikin aku takut terekspose dibanding di depan kamera. Eksposure-nya beda. Di dalam kelas aku merasa seperti ‘ditelanjangi’. karya dibahas rasanya seperti ada ‘adrenalin rush’,” ujar Shahnaz. 
LARISSA HUDA

Jika Nasabah Pandawa Ingin Dapatkan Dananya Lagi, Begini Caranya

Metro, Jakarta - Polisi menyita sejumlah aset tersangka dugaan penipuan investasi bodong Pandawa Mandiri Group. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, aset-aset itu nantinya kemungkinan akan digunakan untuk mengembalikan kerugian para korban yang mencapai Rp 1,5 triliun.

Meski begitu, Argo menuturkan, ada dua cara yang bisa diambil korban jika menginginkan dananya dikembalikan. Pertama, menunggu kasus ini selesai perkaranya di pengadilan. Sebab, aset-aset yang disita akan dijadikan barang bukti di pengadilan terlebih dahulu.

"Ini yang kami sita akan diajukan ke JPU, lalu tunggu sidang hingga keputusan inkrah. Nah eksekutornya nanti dari JPU," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Kedua, lanjut Argo, para korban bisa mengajukan penggantian rugi melalui pelaporan perdata. "Bisa juga korban lakukan pelaporan perdata untuk mendapatkan dananya lagi," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat memastikan uang para korban pasti akan kembali. Namun, ia tidak bisa memastikan jumlah yang akan dikembalikan.

"Berapa persennya bukan kami yang menentukan, tapi pasti kembali sesuai mekanisme yang tadi disebutkan (oleh Argo)," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Ditanya soal taksiran nilai sejumlah aset yang diaita, Wahyu mengaku tak bisa memastikan. "Belum bisa dikalkulasi semuanya. Nanti harus diappraisal (dihitung sesuai  nilai taksir barang) dulu," katanya.

INGE KLARA SAFITRI

Jika Nasabah Pandawa Ingin Dapatkan Dananya Lagi, Begini Caranya

Metro, Jakarta - Polisi menyita sejumlah aset tersangka dugaan penipuan investasi bodong Pandawa Mandiri Group. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, aset-aset itu nantinya kemungkinan akan digunakan untuk mengembalikan kerugian para korban yang mencapai Rp 1,5 triliun.

Meski begitu, Argo menuturkan, ada dua cara yang bisa diambil korban jika menginginkan dananya dikembalikan. Pertama, menunggu kasus ini selesai perkaranya di pengadilan. Sebab, aset-aset yang disita akan dijadikan barang bukti di pengadilan terlebih dahulu.

"Ini yang kami sita akan diajukan ke JPU, lalu tunggu sidang hingga keputusan inkrah. Nah eksekutornya nanti dari JPU," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Kedua, lanjut Argo, para korban bisa mengajukan penggantian rugi melalui pelaporan perdata. "Bisa juga korban lakukan pelaporan perdata untuk mendapatkan dananya lagi," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat memastikan uang para korban pasti akan kembali. Namun, ia tidak bisa memastikan jumlah yang akan dikembalikan.

"Berapa persennya bukan kami yang menentukan, tapi pasti kembali sesuai mekanisme yang tadi disebutkan (oleh Argo)," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.

Ditanya soal taksiran nilai sejumlah aset yang diaita, Wahyu mengaku tak bisa memastikan. "Belum bisa dikalkulasi semuanya. Nanti harus diappraisal (dihitung sesuai  nilai taksir barang) dulu," katanya.

INGE KLARA SAFITRI

Tim Saber Pungli Selidiki Sumbangan Wajib di SMAN 5 Depok

Metro, Jakarta - Tim Sapu Bersih Pungutan Liar Kota Depok mulai menyelidiki dugaan adanya sumbangan wajib yang diminta SMA Negeri 5 kepada orang tua siswa. Sekolah tersebut mematok sumbangan kepada siswa yang harus dibayarkan setiap bulan.

Bahkan, Sekolah menahan kartu ujian tengah semester siswa yang belum melunasi sumbangan yang diwajibkan tersebut.

Ketua Tim Saber Pungli Ajun Komisaris Besar Candra Kumara mengatakan surat pemberitahuan adanya sumbangan tersebut sudah masuk ke Kepolisan Resor Kota Depok. Polisi telah melakukan pemeriksaan kepada Kepala SMAN 5 Depok Zarkasih, terkait permasalahan ini, Rabu kemarin.

"Masih diselidiki itu iuran wajib atau pungli," kata Candra, usai pengukuhan Tim Saber Pungli di Balai Kota Depok, Kamis, 9 Maret 2017.

Tempo sempat melihat Zarkasih di kantor Polres Depok pada Rabu lalu, namun ia enggan berkomentar terkait kehadirannya di sana.

Tim Saber Pungli akan melihat aliran dana sumbangan siswa, dan masalah penahanan kartu ujian siswa yang belum membayar sumbangan tersebut. Menurutnya, kalau pungutan tersebut terbukti tidak sesuai dengan aturan, polisi akan menyelidikinya. "Sekarang polisi telah melakukan penelusuran terhadap kasus itu," ujarnya.

Baca: Terkait Sumbangan, SMA 5 Depok Masih Tahan 800 Kartu Ujian Siswa

Menurutnya, masyarakat harus berperan aktif melaporkan dugaan pungli jika melihat adanya hal tersebut. Timnya juga akan melakukan pemetaan instansi mana yang paling banyak melakukan pungli.

Setelah melakukan pemetaan tersebut, Tim Saber Pungli akan melakukan sosialisasi terhadap seluruh instansi untuk melakukan pencegahan praktik kotor tersebut. Namun, bila setelah melakukan upaya sosialisasi masih ada praktek pungli, upaya tangkap tangan merupakan jalan terakhir.

"Setelah kami peringati kartu kuning sekali tidak didengar, kartu kuning yang kedua terpaksa dikeluarkan kartu merah. Bukan masalah siapa kucing hitam dan putihnya, yang penting tikusnya tertangkap," ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Mohammad Thamrin mengatakan sumbangan memang masih bisa diberikan dari orang tua siswa untuk biaya operasional sekolah. Soalnya, anggaran dari pemerintah tidak cukup. "Apalagi, setelah alih kelola ke provinsi anggaran sekolah berkurang. Ini harus ada duduk bersama Pemda dan provinsi," kata Thamrin.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75 tahun 2016 pasal 1 point 5, sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama dengan cara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Dengan alasan itu, orang tua siswa bisa memberikan bantuan kepada sekolah, dengan catatan pemberian sumbangan yang sifatnya sukarela. Ia tidak setuju jika ada penahanan kartu ujian di sekolah."Siswa dibolehkan tetap ujian. Itu ingin keren-kerenan siswa pakai kartu ujian," ujarnya.

Pihaknya sedang mencari solusi terhadap masalah ini. Soalnya, setelah alih kelola pemerintah daerah tidak lagi bisa mengintervensi anggaran ke SMA/SMK. "Dulu Depok memberikan Rp 2 juta persiswa setiap tahun. Sekarang di provinsi Rp 500 ribu," ujarnya.

Menurutnya, banyaknya komplain dari orang tua siswa karena Depok sejak lama telah menganut filosofi pendidikan gratis dari tingkat SD sampai SMA/SMK. Padahal, anggaran pemerintah sekarang belum bisa menutupi semua kebutuhan sekolah.

"Kalau Jakarta APBD-nya besar jadi bisa gratis. Lihat Majalengka yang minus dan sekolah SMA/SMK di sana juga bayaran," ucapnya. "Ini karena mindset Depok, sudah menerapkan pendidikan gratis itu."

IMAM HAMDI

KPK Pastikan 37 Nama Anggota Komisi II DPR Terima Duit E-KTP  

Nasional, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif memastikan 37 orang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima duit proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). “Menurut konstruksi yang kami lihat begitu kenyataannya,” kata dia di KPK, Kamis, 9 Maret 2017.

Menurut Laode, 37 nama tersebut nantinya akan didalami lebih lanjut, yaitu dengan melihat konstruksi dakwaan yang telah disusun oleh tim jaksa. Namun ia masih enggan menjabarkan nama-nama anggota Komisi II DPR saat proyek e-KTP digulirkan pada tahun anggaran 2011-2012.
 
Baca: Sidang Kasus E-KTP, KPK Akan Tindaklanjuti Nama-nama dalam Dakwaan

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan 37 orang anggota Komisi II DPR memang belum disebutkan dalam dakwaan pada sidang perdana hari ini.

Dia beralasan masih akan fokus pada pembuktian terhadap dua terdakwa kasus e-KTP, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto.

Febri mengatakan 37 nama tersebut termasuk sekitar 70 nama dan 5 korporasi yang diduga menikmati duit proyek e-KTP. “Mereka diduga menerima sejumlah uang terkait dengan porsi dan posisi masing-masing,” kata dia.

Simak juga: AJI Protes Larangan Siaran Langsung Sidang Korupsi E-KTP

Meski begitu, Febri memastikan 37 nama itu akan dibuka ke publik. “Nanti di sidang satu per satu akan dibuka tentu saja siapa yang menerima dan kaitannya apa.”

DANANG FIRMANTO

Video Terkait:
Sidang Perdana E-KTP, Terdakwa Terima Dakwaan Jaksa

Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidang

KPK Pastikan 37 Nama Anggota Komisi II DPR Terima Duit E-KTP

Nasional, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif memastikan sebanyak 37 orang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima duit proyek pengadaan elektronik kartu tanpa penduduk (e-KTP). “Menurut konstruksi yang kami lihat begitu kenyataannya,” kata dia di KPK, Kamis, 9 Maret 2017.

Menurut Laode, sebanyak 37 nama tersebut nantinya akan didalami lebih lanjut. Yaitu dengan melihat konstruksi dakwaan yang telah disusun oleh tim jaksa. Namun ia masih enggan menjabarkan nama-nama anggota Komisi II DPR saat proyek E-KTP digulirkan pada tahun anggaran 2011-2012.
Baca : Sidang Kasus E-KTP, KPK Akan Tindaklanjuti Nama-nama dalam Dakwaan

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sebanyak 37 orang anggota Komisi II DPR memang belum disebutkan dalam dakwaan pada sidang perdana hari ini.

Dia beralasan masih akan fokus pada pembuktian terhadap dua terdakwa kasus E-KTP. Yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto.

Febri mengatakan sebanyak 37 nama tersebut termasuk dalam sekitar 70 nama dan 5 korporasi yang diduga menikmati duit proyek E-KTP. “Mereka diduga menerima sejumlah uang terkait dengan porsi dan posisi masing-masing,” kata dia.
Simak juga : AJI Protes Larangan Siaran Langsung Sidang Korupsi E-KTP

Meski begitu, Febri memastikan sebanyak 37 nama itu akan dibuka ke publik. “Nanti di sidang satu per satu akan dibuka tentu saja siapa yang menerima dan kaitannya apa.”

DANANG FIRMANTO

Video Terkait:
Sidang Perdana E-KTP, Terdakwa Terima Dakwaan Jaksa

Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidang

Thomas Mueller: Pemain Bola Sekarang Seperti Barang Dagangan

Bola, Jakarta - Pemain andalan Bayern Muenchen dan timnas Jerman, Thomas Mueller, menyebut para pemain sepak bola sekarang tak ubahnya seperti barang dagangan. Ia mengaku tak senang melihat aspek-aspek dari sepak bola modern, cara klub-klub memperlakukan pemain, dan jumlah uang luar biasa besar yang dibayarkan untuk seorang pemain.

Ia mencontohkan ketika Manchster United mengeluarkan dana sekitar Rp 1,5 trilun untuk mendatangkan Paul Pogba dari Juventus. Tawaran dengan jumlah setara pernah diajukan pada Mueller tapi ditolak.

Menurut Mueller, tak ada pemain yang pantas dihargai begitu tinggi dan sepakbola sekarang tak ubahnya seperti sirkus. Ia menganggap biaya transfer sekarang sangat absurd.

"Jumlah uang yang dikeluarkan belakangan ini sangat absurd. Tak ada seorang manusia pun yang layak dihargai setinggi itu," ujar Mueller kepada GQ.

"Sepakbola modern itu sudah seperti barang dagangan tapi seharusnya tidak mempengaruhi kami pemain. Memikirkan transfer yang tinggi hanya menjadi beban saja," ujar pemain berusia 27 tahun itu.

Meski kariernya masih panjang dari sisi usia, Mueller mengaku akan gantung sepatu bila klub-klub mengizinkan kamera televisi masuk ke ruang ganti pemain segabai salah satu cara klub untuk menambah penghasilan. Bila sampai aksi para pemain di kamar ganti pun diekspos, tak ada lagi privasi dan hal itu sudah keterlaluan.

"Saya berharap sudah pensiun sebelum rencana tersebut direalisasikan. Nafas sebuah tim itu ada di ruang ganti dan apa yang terjadi di sana bukan untuk konsumsi publik. Bila sampai kamera masuk ke sana, buat saya itu sudah kelewatan," ungkap Mueller.

PIPIT